PROSES KELAHIRAN PUN DIMULAI
Hari Jumat 17 Januari 2020, perut saya mengatakan ingin memulai "pertarungan indahnya". Yap di usia kandungan yang sudah memasuki masa HPL yang menurut prediksi dokter ada di rentang tanggal 15-25 Januari 2020 membuat saya resah. Mengingat sudah
Jumat, pukul 13.30 sembari memasak di dapur sambil bersiap menunggu anak pertama yang kerap kami sapa Mas Gavino pulang sekolah, saya mengalami kontraksi ringan pertama kalinya. Di pagi hari memang sudah keluar flek berwarna pink muda dengan samar sih, saya tidak was-was lagi karena ini sudah kehamilan yang ketiga kalinya.
Kontraksi ringan itupun berlanjut setiap per satu jam tanpa membuat sakit yang berarti, hingga malam harinya saya merasakan kontraksi yang semakin sering dan sudah mulai membuat saya merasakan sakit yang sesungguhnya.
Akhirnya, karena saya pun penasaran apakah ini kontraksi asli atau palsu. Suamipun dengan panik membawa saya ke bidan yang berada di bibir komplek tempat kami tinggal. Bertiga kami naik motor, karena adek Jovano (yang sekarang menjadi mas Jo) ikut serta dengan alasan takut di rumah berdua sama Mas Gav.
Dari awal mengetahui kehamilan yang tidak direncanakan ini, saya memang rutin berkunjung ke dokter SPOG yang diajak kerjasama untuk praktek setiap hari Senin sore di bidan yang sudah terkenal di daerah saya itu. Tapi sialnya, asisten bidan yang menyambut kami pun dengan tanpa bersalah menyuruh saya untuk pulang lagi setelah mengecek pembukaan yang menurut mereka berdua baru ada di angka 3. mei
Dengan wajah tanpa dosa, kedua asisten bidan yang tak ada ramah-ramahnya ini seolah tak sanggup menampung saya di waktu tidurnya (karena jam dinding sebentar lagi menunjukkan pukul 23.00). Sambil menjawab "ibu, belum merasakan kontraksi 3x dalam 10 menit kan? selama disini baru 1x kontraksi aja kan? Sumpahhhh, pengen saya jawab..."emang situ udah pernah ngalami lahiran?" tapi lagi-lagi saya memilih untuk segera enyah dari hadapan bidan-bidan piyik yang nampak baru lulus itu.
Baik, saya pun dengan jengkel meminta suami untuk langsung mengantarkan ke RSIA PKU Muhammadiyah Cipondoh Tangerang (untung sebelumnya saya pernah berada 1x di ruang pemeriksaan dokter SPOG nya untuk memeriksakan Polip rahim yang saya alami di usia kandungan 7 bulan dan 1x USG kontrol kandungan). Nah, dengan ramahnya 3 bidan senior pun menyambut dan meminta saya rebahan di ranjang pasien.
Benar saja saya pun diminta stand bye tanpa persiapan apapun. Mengingat awalnya hanya ingin tahu sudah mengalami pembukaan berapa. Itupun suami langsung diminta untuk mengurus administrasi dan memilih kelas perawatan setelah proses persalinan nanti.
Ada Jovano yang membuat suami harus tetap pulang mengambil tas traveling yang sudah saya alih fungsikan sebagai tas persalinan, sembari mengantarkan anak kelas 2 itu pulang untuk tidur bersama mas Gav dengan pintu rumah yang sengaja dibiarkan tidak terkunci, tapi kami pasrah dan berharap satpam di depan rumah akan turut mengawasi 2 putra kami dalam hujan deras malam itu.
Sesaat Sebelum Kami Meninggalkan RSIA Muhammadiyah Cipondoh Dengan Penuh Bahagia |
"Hujan deras bun" kata suami saat itu, tapi karena sepertinya saya akan segera memasuki masa persalinan. Maka mau tidak mau jarak perjalanan selama 7 menit itupun harus ditempuh di waktu yang semakin menunjukkan kesepian dan kegelapannya. Jam dinding berwarna putih berukuran besar itupun menunjukkan pukul 23.15.
Saya sudah mulai bertarung dengan "janin yang katanya perempuan ini", pembukaan pun bertambah menjadi 5, dan membuat saya dipindah ke ruang bersalin dengan dituntun oleh seorang bidan yang memanggil saya dengan sapaan "teteh". Selang tidak begitu lama pembukaan pun menjadi 8 disusul dengan pecah ketuban, persis beberapa menit tidak lama sebelum suami datang menyusul masuk ke ruangan yang "menakutkan" itu.
Oke pembukaan 10 pun dimulai, ketiga bidan itupun dengan sigap siap "menyambut pasien kecilnya" dengan kelihaiannya. Mereka sudah menyiapkan segala perlengkapan termasuk memakai celmek plastik untuk menghindari darah dan teman-temannya.
Tidak kuat lagi, itulah yang saya rasakan saat mengejan. Di samping kanan ada suami yang tangan kirinya membantu mengusuk kepala saya, sementara tangan kanannya memegang paha, supaya mau terbuka selebar-lebarnya.
Tapi suara bidan yang sudah sangat greget "ayoooooo pinter-pinter" saat melihat rambut bayi nampak terlihat dari jalan lahir pun menyemangati saya. Akhirnya saat kontraksi terakhir pun dengan nafas panjang dan saya mengucap Basmallah diteruskan dengan bacaan taawudz "A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim, Bismillahirrohmanirrohim eeeeeeeee" saya ucapkan dengan sedikit nada keras karena merasakan kontraksi yang jika kita meninggal maka hukumnya dalam islam adalah mati syahid (Masyaallah).
Allah Akbar, Alhamdulilah tepat di pukul 01.15 bayi mungil dengan berat 3,5 kg dan panjangnya 51 juga lingkar kepalanya yang 33 cm membuat kami berdua terharu dan saling pandang. Air matapun ikut serta saat bayi itu sudah di genggaman tangan bidan. Tak berhenti mengucap syukur saat melihat fisik bayi itu lengkap tanpa kurang suatu apapun saat diangkat dan dijauhkan dari ari-ari yang menemaninya selama 40 minggu itu.
Kami berdua tidak menyangka bahwa proses persalinan anak ketiga ini begitu cepat dalam waktu 2 jam saja, meskipun sakit yang saya rasakan luar biasa hebat. Mungkin bisa jadi tips juga buat teman-teman bahwa jika ingin persalinan cepat saya hanya minum air zam-zam sambil membaca banyak sholawat sebelum jabang bayi keluar, dilanjutkan dengan rebahan ke kiri seraya membaca doa Nabi Yunus saat berada di dalam perut ikan hiu. Tentunya dengan dibantu banyak olahraga berjalan kaki saat memasuki bulan ke 9 dalam kehamilan.
Bayi mungil nan cantik ini lahir setelah perjuangan kami menanti selama 8 tahun. Yap anak kedua kami sekarang berusia 8 tahun, tepat di keesokan harinya tanggal 19 anak lelaki kecil ini berulangtahun. Berasa hadiah buat kami di pernikahan ke 14 yang juga jatuh di akhir Januari ini. So Januari jadi bulan kebahagiaan buat kami berlima.
RASANYA SETELAH MELAHIRKAN
Saya ingat betul pesan ibu, "setelah melahirkan tidak boleh langsung tidur, takut kebablasan" pesannya. Jadi harus menunggu dulu beberapa jam. Alhasil saya pun menghindari rasa kantuk yang melanda dengan menelpon kedua orangtua saya di Malang yang menyambut dengan ucapan syukur dan bahagia yang tak terkira. Kebetulan rumah Malang masih rame meskipun dini hari, karena bertepatan dengan hari H keberangkatan Ayah saya umroh ke tanah suci (Barokallah).
Devina Anindya Renata (Si Mungil Pelengkap Kebahagiaan Kami)
|
Syukur, itulah yang kami berdua rasakan saat itu. Pagi harinya saya pun dipindah ke ruang perawatan ibu. Suami memilihkan kelas tertinggi di RS ini yaitu kelas 1 yang berisi 2 pasien. Sayangnya AC nya berada persis di atas ranjang pasien sebelah saya, sehingga saya pun merasakan sedikit kegerahan huhuhu, mana jahitan 3 di dalam dan 2 di luar ini rasanya masih clekit-clekit dan cukup menyiksa.
Jepretan Yang Akan Menjadi Kenangan Saat AC Sama Sekali Tak Bersahabat |
"Prosedur RS jika melahirkan normal, tetap harus menunggu 1x24 jam ya Bu" pesan petugas medis yang mengontrol kondisi saya pagi itu. Akhirnya mandi pagi pun saya lakukan di dalam kamar RS ini, tentunya dengan perut yang masih besar seperti nampak hamil 5 bulan (woohooo) tentunya dengan gerakan pelan-pelan mengingat jahitan di jalan lahir yang belum bersahabat.
Setelah Ibu saya tiba dari Malang dengan penerbangan siang hari maka di sore harinya, beliau bergantian shift dengan suami menemani anak ketiganya ini. Mengingat masih ada 2 lelaki kecil yang menanti kedua orangtua nya pulang membawa adek yang dinantikan sedari bulan Ramadhan tahun 2019.
Hanya syukur yang bisa kami panjatkan kali ini, saya pun tak mengira di proses persalinan menjelang usia 36 ini Allah masih menitipkan sosok makhluk kecil yang berbeda jenis kelamin dengan amanah sebelumnya. "Allah maha baik, percayalah Bund...Allah pasti menurunkan anak berbarengan dengan rejekinya" pesan suami saya jauh hari sebelum jabang bayi ini lahir.
"Ahhhh Allah memang maha baik, memberikan buah dari persalinan yang dinanti ini dengan indahnya".
Sakit yang saya lalui saat kontraksi demi kontraksi, persalinan, jahitan hingga perihnya memberikan ASI pun hilang begitu melihat bayi yang sebulan kemudian berbobot 4,6 itu pun tumbuh sehat dan aktif.
DEVINA ANINDYA RENATA, terimakasih telah ikut menjadi bagian dari keluarga yang sederhana ini, semoga kelak banyak orang akan terbantu dengan kehadiran sosok akhlak cantikmu. Seperti arti nama yang Ayah selipkan untukmu sembari berdoa semoga kelak kamu akan menjadi "wanita jelita berkedudukan mulia, dilengkapi Tuhan dengan keindahan jiwa dan raga, senantiasa bersemangat di dalam hidup dan kehidupan baik suka maupun duka" panjang kan artinya?? Sepanjang kasih sayang kami untukmu.
Komentar