Gavino 11 tahun dan Jovano 8 tahun |
Air mataku tak berhenti tumpah dari kedua bola mata yang mulai nampak lelah setelah seharian mengurus baby dan urusan domestik rumah tangga. Sambil menggerakkan jemariku di atas keyboard HP sejuta umat ini. Seraya bernada sedikit lantang, aku membacakan apa yang aku ketikkan di atas aplikasi WhatsApp.
Sepertinya kedua bocah ini paham dengan apa yang dilakukan oleh Bunda nya. Iya, dalam hati mereka pasti Bunda nya ini sedang kirim WA ke Ayah mereka yang sedang berada di luar rumah, karena kebagian piket menjaga pos Covid 19 di kompleks kami secara bergilir bersama bapak- bapak yang lain saat masa PSBB berlangsung di kota Tangerang.
Moment yang akan jadi jejak tumbuh kembang mereka |
Sambil mengetikkan jariku pada HP warna silver ini aku mengucap perlahan namun jelas di telinga mereka.
"Gavino habis aku omelin"
"Emosi jiwa aku 😭😭😭"
"Laptopku rusak 😤😤"
"Laptopku rusak 😤😤😤"
"Mulai sekarang aku g mau urus anak-anakmu"
"Urusin berdua itu sendiri"
"Main internetnya ga mau berhenti kalau ga berantem dulu"
Pesan demi pesan aku kirim ke HP suamiku di depan mereka sembari berurai air mata. Berharap kakak beradik yang beda usia 3 tahun ini bisa memahami perasaan Bundanya. Belum sempat pesan itu terjawab oleh suamiku.
Entah setan apa yang merasukiku, tiba tiba sambil berpura-pura menggerakkan jemari di atas keyboard mulutku berucap "mulai sekarang, tolong cari mama baru untuk anak-anakku, aku mau pergi ke Malang saja ajak Devin" tak berhenti mulutku berbicara sendiri pada layar HP meski di bagian kalimat itu hanya sebatas berpura pura di bibirku tanpa bermaksud untuk mengirimkannya.
Perlahan tapi pasti, mulai aku lihat ada air mata di ujung mata Gavino. Sambil sandaran di tembok yang sudah minta di cat ulang, dia pun lemas sambil menundukkan kepala.
Saat Merayakan Ultah Sederhana Bersama Teman Sekolah Bola |
Perlahan tapi pasti, mulai aku lihat ada air mata di ujung mata Gavino. Sambil sandaran di tembok yang sudah minta di cat ulang, dia pun lemas sambil menundukkan kepala.
Rupanya Jovano yang usianya terpaut lebih muda 3 tahun darinya masih belum ngeh kalau emaknya ini Sudah berubah menjadi emak lampir yang naik pitam.
Adeknya masih sibuk memainkan jari di atas keyboard laptop nge "hang" yang membuat Bunda nya ini marah ga karuan. Di senggollah lengan kiri sang adek sambil bernada tinggi "Adek Jovan....kamu ga tahu Bunda lagi nangis? Emang kamu mau punya ibu baru untuk kita?
Barulah Jovano pun ngeh dengan maksud dari pemandangan yang tak biasa di hadapannya ini. Sambil menangis pun dia mengucap, "Iya... adek salah, maafin adek. Sekarang terserah Bunda, Terserah Bunda...adek mau nurut" ucapan sedih yang keluar dari bibir anak lelaki kelas 2 SD ini pun keluar berbarengan dengan deretan air mata yang ikut menemaninya berbicara setelah mendengar beberapa nasehatku dalam genangan air mata yang terus jatuh tanpa henti.
***
DRAMA pun dimulai
Istighfar pun tak henti henti kuucapkan dari dalam hati ini. Jangan sampai seorang Ibu murka dan mendoakan yang buruk tentang anaknya. Sesaat kemudian, setelah aku merasa bisa berdamai dengan jiwa ini, masuklah aku ke dalam kamar mereka seusai mereka cuci muka dan gosok gigi malam.
Benar saja, wajah murung dan sedih terlihat jelas dalam kepura puraan tidur 2 lelaki kecil itu. Pelan aku berucap "Mas Vino.....boleh Bunda bicara?" Diapun membuka matanya pelan "Ada apa Bunda?" ujarnya sambil sedikit ketakutan. "Sini agak majuan!" dengan maksud supaya mendekat kepadaku. Sambil sedikit was was akhirnya dia pun hanya berjarak 30 cm di hadapanku.
"Boleh Bunda peluk?" akupun langsung memeluknya erat tanpa menunggu ijinnya.
Tak kuduga pelukannya lebih erat dari pelukanku.
Air matanya lebih deras dari air mataku.
Tangisannya pun lebih kencang dari tangisanku.
Tak ketinggalan ucapan penyesalannya pun tak berhenti diserukan sambil terus menangis dan memelukku erat. Akupun tak mau kalah, aku juga berjanji padanya untuk berusaha lebih sabar, sabar dan sabar dalam mendidiknya sebagai anak pertama.
Kami tenggelam dalam ucapan maaf satu sama lain, kami menikmati penyesalan indah untuk malam itu. Dalam raungannya aku mendengar "maafkan mas Vino Bund, mas Vino janji akan jadi anak yang nurut, mas Vino mau jadi anak pintar, mas Vino emang bodoh selalu nurutin game yang tidak ada habisnya"
Dari jauh aku lihat Jovano menghapus air matanya dengan ujung kaosnya. Tak tega hatiku melihatnya. Setelahnya aku tanyakan pada Gavino "Gimana sekarang perasaannya? Lega?" tanyaku padanya. Kukecup pipi dan keningnya sambil berucap "Anak Bunda pasti suatu saat jadi orang besar yang bermanfaat untuk orang banyak"
Beralih aku ke sebelah kiri, gantian adek Jovano pun langsung memelukku dan menangis sekencang kencang nya. Aku biarkan dia menuangkan perasaannya. Aku ijinkan dia mengutarakan isi hatinya. Dia pun sama "maafin adek Bund...Adek janji mulai sekarang akan nurutin yang Bunda mau. Adek salah.. adek salah"
Tak kuasa hatiku mendengar ucapannya. Aku peluk seeratnya sambil kuusap rambut halusnya. Kami pun menangis bersama dan saling mendoakan yang terbaik. Setelah aku tanya kalimat yang persis dengan kakak nya "Bagaimana sekarang? lega?" lelaki yang baru saja menyandang gelar kakak ini pun menangguk.
Untungnya baby Devina bisa berdamai dengan suasana, ia biarkan Bunda nya menjadi rebutan 2 kakak lelakinya untuk malam itu. Bayi 3 bulan itu hanya bisa melihat kami bertiga berpelukan dalam hujan air mata.
LEGA, MEREKA PUN BERUBAH
Keesokan harinya, sayup sayup aku dengar dari ruang keluarga ada mas Gav yang murojaah membaca Al Quran. Setelah aku buka pintu kamar sambil memujinya, dia pun tersenyum dan bersiap mengepel lantai setelah aku menyapunya.
Sebelumnya, memang perlu usaha bagiku untuk meminta tolong saat bermain dengan gadgetnya. Tapi setelah kami membuat peraturan bertiga. Alhamdulilah, Allah mudahkan semuanya.
Ahh, hari demi hari pun kulalui dengan makin bersemangat dalam mendidik mereka berdua. Akupun jadi semakin rindu parenting ala ibu dokter Aisyah Dahlan dan tausiyah dari Ustad asli Bojonegoro Jawa Timur Kyai Anwar Zahid dengan gaya kocaknya yang selalu menyentilku.
Terimakasih ya Robb, untuk malam penuh "tangis kebahagiaan itu". Terimakasih juga untuk adek Jovano yang sudah membisikkan padaku saat aku memangkunya di pagi hari. Ia mengatakan bahwa "Mas Gav takut punya Mama baru, katanya nanti malah jahat dan ga sayang sama kami. Dia juga takut Bunda meninggal"
Ahhh ciumanku pun mendarat di pipinya sembari tersenyum dan berdoa semoga Allah kali ini tidak mengabulkan ucapanku. Hanya dalam hati saja aku berujar bahwa "aku bahagia gara gara mama baru untuk anakku"
****
Tulisan yang dibuat dengan lelehan air mata untuk mengenang kejadian Kamis malam, tanggal 23 April 2020, tepat sebelum sahur pertama Ramadhan. Semoga selalu menjadi pengingat bagi kami bertiga untuk terus menyayangi tanpa henti dan mengasihi dengan sabar. Love Bunda untuk Mas Gav dan Adek Jo. Begini ternyata seni mendidik anak lelaki.
Adeknya masih sibuk memainkan jari di atas keyboard laptop nge "hang" yang membuat Bunda nya ini marah ga karuan. Di senggollah lengan kiri sang adek sambil bernada tinggi "Adek Jovan....kamu ga tahu Bunda lagi nangis? Emang kamu mau punya ibu baru untuk kita?
Ultah Dadakan Sederhana, Saat Ketempatan Rapat Sekolah Bola Mereka |
***
DRAMA pun dimulai
Istighfar pun tak henti henti kuucapkan dari dalam hati ini. Jangan sampai seorang Ibu murka dan mendoakan yang buruk tentang anaknya. Sesaat kemudian, setelah aku merasa bisa berdamai dengan jiwa ini, masuklah aku ke dalam kamar mereka seusai mereka cuci muka dan gosok gigi malam.
Gavino Saat Belajar Jarak Jauh |
"Boleh Bunda peluk?" akupun langsung memeluknya erat tanpa menunggu ijinnya.
Tak kuduga pelukannya lebih erat dari pelukanku.
Air matanya lebih deras dari air mataku.
Tangisannya pun lebih kencang dari tangisanku.
Tak ketinggalan ucapan penyesalannya pun tak berhenti diserukan sambil terus menangis dan memelukku erat. Akupun tak mau kalah, aku juga berjanji padanya untuk berusaha lebih sabar, sabar dan sabar dalam mendidiknya sebagai anak pertama.
Kami tenggelam dalam ucapan maaf satu sama lain, kami menikmati penyesalan indah untuk malam itu. Dalam raungannya aku mendengar "maafkan mas Vino Bund, mas Vino janji akan jadi anak yang nurut, mas Vino mau jadi anak pintar, mas Vino emang bodoh selalu nurutin game yang tidak ada habisnya"
Dari jauh aku lihat Jovano menghapus air matanya dengan ujung kaosnya. Tak tega hatiku melihatnya. Setelahnya aku tanyakan pada Gavino "Gimana sekarang perasaannya? Lega?" tanyaku padanya. Kukecup pipi dan keningnya sambil berucap "Anak Bunda pasti suatu saat jadi orang besar yang bermanfaat untuk orang banyak"
Beralih aku ke sebelah kiri, gantian adek Jovano pun langsung memelukku dan menangis sekencang kencang nya. Aku biarkan dia menuangkan perasaannya. Aku ijinkan dia mengutarakan isi hatinya. Dia pun sama "maafin adek Bund...Adek janji mulai sekarang akan nurutin yang Bunda mau. Adek salah.. adek salah"
Tak kuasa hatiku mendengar ucapannya. Aku peluk seeratnya sambil kuusap rambut halusnya. Kami pun menangis bersama dan saling mendoakan yang terbaik. Setelah aku tanya kalimat yang persis dengan kakak nya "Bagaimana sekarang? lega?" lelaki yang baru saja menyandang gelar kakak ini pun menangguk.
Saksi Kecil Malam Indah Kala Itu "Aku Saat umur 3 Bulan" |
LEGA, MEREKA PUN BERUBAH
Keesokan harinya, sayup sayup aku dengar dari ruang keluarga ada mas Gav yang murojaah membaca Al Quran. Setelah aku buka pintu kamar sambil memujinya, dia pun tersenyum dan bersiap mengepel lantai setelah aku menyapunya.
Sebelumnya, memang perlu usaha bagiku untuk meminta tolong saat bermain dengan gadgetnya. Tapi setelah kami membuat peraturan bertiga. Alhamdulilah, Allah mudahkan semuanya.
Ahh, hari demi hari pun kulalui dengan makin bersemangat dalam mendidik mereka berdua. Akupun jadi semakin rindu parenting ala ibu dokter Aisyah Dahlan dan tausiyah dari Ustad asli Bojonegoro Jawa Timur Kyai Anwar Zahid dengan gaya kocaknya yang selalu menyentilku.
Terimakasih ya Robb, untuk malam penuh "tangis kebahagiaan itu". Terimakasih juga untuk adek Jovano yang sudah membisikkan padaku saat aku memangkunya di pagi hari. Ia mengatakan bahwa "Mas Gav takut punya Mama baru, katanya nanti malah jahat dan ga sayang sama kami. Dia juga takut Bunda meninggal"
Ahhh ciumanku pun mendarat di pipinya sembari tersenyum dan berdoa semoga Allah kali ini tidak mengabulkan ucapanku. Hanya dalam hati saja aku berujar bahwa "aku bahagia gara gara mama baru untuk anakku"
****
Tulisan yang dibuat dengan lelehan air mata untuk mengenang kejadian Kamis malam, tanggal 23 April 2020, tepat sebelum sahur pertama Ramadhan. Semoga selalu menjadi pengingat bagi kami bertiga untuk terus menyayangi tanpa henti dan mengasihi dengan sabar. Love Bunda untuk Mas Gav dan Adek Jo. Begini ternyata seni mendidik anak lelaki.
Komentar
Setelah itu biasane anakku jadi anteng nurut ceria. Duh ga tego ngamuki anak.